Oleh : Muhadjir Al Murtaqy
يا أَ يُّهَا ا لَّذ ينَ ا مَنُـوْا إِ ذَا قـيْـلَ لَـكُـمْ تَـفَـَّسـحُـوا فِـى ا لْـمَجَـا لـِسِ فـا فـسـحـوا يـفـسـح ا لله
نـكـم و إ ذا قـيـل ا نـشــزوا فا نـشـزوا . يـر فـع الله ا لذ يـن ا مـنـوا مـنـكـم و ا لذ يـن أ و تـوا ا لـعــلـم د ر جـا ت . ( ا لـمـجـا د لـه : 11)
‘Hai orang orang yang beriman apabila dikatakan
kepadamu ‘berlapang lapanglah dalam majelis , maka lapangkanlah niccaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu .dan apabila dikatakan ;’berdirilah kamu’ ,
maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang orang yang beriman diantara kamu dan orang orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat .dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (qs.58;11)
Asbabun
Nuzul;
Diriwayatkan
dari Ibnu Jareir dari Qotadah , berkata; Adalah para shahabat , jika melihat
ada orang datang kepada mereka, mereka berdesakkan tempat duduk disisi Nabi
s.a.w. Atas kebiasaan ini maka turunlah surat; 58; 11
Ibnu
Abi Hatim dari Muqotil, berkata; surat;58; 11 ini turun di hari Jum’at , saat
itu para shahabat dan Nabi s.a.w. baru pulang dari perang
Badar, berada disuatu tempat sempit, mereka tidak mau mencari tempat yang luas,
sehingga mereka pada berdiri, dan kemudian Nabi s.a.w. memerintahkan agar
sekelompok orang pindah tempat. Kemudian tempat itu ganti diduduki orang lain. Hal ini menimbulkan rasa iri bagi mereka yang dipindah. Atas perisistiwa
ini maka turunlah ayat; ll dari Surat ke; 58. ( Asbabun Nuzul, Imam As Suyuthy;
406 ).
Ada
beberapa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kandungan ayat tersebut;
1. Ayat tersebut mengandung pelajaran bahwa
diantara adab di dalam majelis adalah memberi kelonggaran atau kelapangan
tempat duduk bagi saudaranya, terutama yang baru hadlir. Hal ini dapat kita
pahami dari firman Allah; ’idzaa qiila lakum tafassahuu fil majaalisi fafsahuu’
( apabila dikatakan kepadamu ; berlapang - lapanglah dalam majelis, maka
lapangkanlah ).
Secara tersirat dapat dipahami bahwa penggalan ayat
diatas juga mengandung ‘nilai ukhuwwah’, yakni dalam arti dengan lebih
mementingkan ikhwannya dari pada dirinya sendiri meskipun kasusnya mengenai
tempat duduk.
Sejalan
dengan ayat tersebut adalah sebuah hadits Rasulullah s.a.w. sebagai berikut;
عـن إ بـن
عـمـر ر ضـى الله عـنـه قـا ل :
قـا ل
ر سـول الله صـلى الله
عـلـيـه و سـلـم : لا يـقـيـم
ا لـرجـل ا
لرجـل مـن مـجـلـسـه
ثـم يـجـلـس فـيـه
, و لـكـن تـفـسـحـوا
وتـوسـعـوا . مـتـفـق عـليـه .
Dari
Ibnu ‘Umar ia berkata; Telah bersabda Rasulullah s.a.w. ; ‘Tidak boleh
seseorang bangunkan seseorang dari tempat duduknya lalu ia duduk disitu (
tetapi hendaklah ia berkata ); berilah kelonggaran dan berilah keluasan’. ( Muttafaq ‘alaih/Bulughul Marom; 1470 ).
Bila
kita aplikasikan dalam kehidupan masyarakat, pemahaman ini dapat diperluas
dalam arti hendaknya didalam hidup dan kehidupan bermasyarakat ini kita
senantiasa bersikap TASAMUH, tenggang
rasa, tidak egois, peka terhadap lingkungan, peduli terhadap nasib saudaranya dan
pandai membaca keadaan dimana mewajibkan kita untuk ambil bahagian didalam
menolong kesulitan saudaranya.
2.
Allah memberi imbalan pahala yang setimpal terhadap amalan seseorang. Ini dapat
kita pahami dari firman - Nya yang menyatakan; "yafsahillaahi lakum” ( niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu ). Yakni balasan orang yang memberi kelapangan adalah diberi
pula kelapangan oleh Allah.
Rasulullah
s.a.w. bersabda;=====
" مـن
يـسـر عـلـى مـعـسـر يـســر الله
عـلـيـه فـى ا
لد نـيا و الا خـر ة وا لله
فـى عــن ا لـعـبد مــا كـا ن ا لعـبـد
فـى عـون أ خـيـه... " ا لحـد يث
رواه مـسـلـم \ قـبـس مـن نـور
مـحـمـد صـلى الله عـلـيه و سـلـم
, صـحـيفة: 112, نـمـر ة :27
“…barang
siapa yang memberi kemudahan bagi seorang yang dalam kesulitan, niscaya Allah
akan memberikan kemudahan baginya, baik di dunia maupun diakherat.Dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya…” (A Hadits riwayat;Muslim
)
3.Ada beberapa pemahaman didalam menafsirkan firman
Allah;’idzaa qiilan syuzuu fanzuu’ (apabila dikatakan;berdirilah kamu, maka
berdirilah).
Muqotil
berkata;maksud penggal ayat ini adalah; Jika kalian diseru untuk mengerjakan
sholat, maka bangkitlah dan berangkatlah menuju tempat sholat.
Abdurrahman bin Zaed bin Aslam berkata;’Adalah para
shahabat bila mereka berada di kediaman Nabi s.a.w., kemudian apabila telah
selesai segala urusannya , masing masih menginginkan agar dialah yang paling akhir
keluar dari majelis Nabi s.a.w. tersebut (boleh jadi mereka ingin lebih lama
lama bersama Nabi s.a.w.) , namun Nabi
s.a.w enggan menyuruh mereka keluar, meskipun sebenarnya beliau ada kebutuhan
lainnya yang lebih penting (maka turunlah ayat ini sebagai tanda idzin bagi
tuan rumah apabila kedatangan tamu, sementara beliau ada kebutuhan yang lebih
penting secara syar’y, maka boleh mempersilahkan
tamu tersebut – dengan cara yang bijak- untuk kembali. Atau bertemu pada
kesempatan yang lain).Hal ini sejalan dengan firman Allah;
و إ ن قـيل
لـكـم ا رجـعـوا فـا رجـعـوا...)
النـور:28)
“…dan jika dikatakan
kepadamu;kembali (sajalah) , maka hendaknya kamu kembali…”(QS;24;28).
Sementara
itu, Ibnu Katsir didalam memahami maksud firman Allah diatas menyatakan bahwa apabila
diseru kepada kebaikan hendaklah kita penuhi seruan tersebut. Walaahu
a’lam.
4.Didalam ayat tersebut Allah menyatakan akan
mengangkat beberapa derajat terhadap orang orang yang beriman dan diberi ilmu
pengetahuan, bukan mereka yang ‘diberi harta’.
Ini menunjukkan bahwa ‘ilmu pengetahuan bagi
orang orang yang beriman memang mempunyai nilai yang tinggi disisi Allah
sehingga bisa mengangkat pemiliknya kederajat yang tinggi disisi-Nya.Bahwa kita
perlu harta itu jelas, namun sebagaimana kita ketahui bahwa harta adalah sekedar
sarana untuk beribadah, bukan tujuan.
Ada
tiga macam ilmu pengetahuan yang wajib
dituntut, sedang selainnya adalah sekedar keutamaan atau tambahan saja.Nabi
s.a.w. bersabda;
ا لـعـلم ثلا ثـة
فـمـا وراء ذ لـك
فـهـو فـضـل : ا يـة
مـحـكـمـة , ا و
سـنـة قـا ئـمـة , ا و
فـر
يـضـة عـا د لـة . رواه
ا بـن مـا جـه , عـن
عـبـد الله بـن عـمـرو\ سـنـن
ا بـن مـا جـه :
نـمـر
ة : 54
‘Ilmu
pengetahuan itu ada tiga macam;ilmu tentang ayat ayat (al Qur aan) yang
muhkamat, ilmu tentang As Sunnah yang tegak lurus, dan ilmu mengenai pembagian
warits yang lurus.Sedang selebihnya adalah tambahan (HR Ibnu Majah/
nomor;54)
Disini
menunjukkan bahwa di dalam menuntut ilmu harus ada scala prioritas.Dahulukan
yang terpenting kemudian yang penting, dan seterusnya.
Beberapa
perbedaan prinsip antara harta dan ilmu pengetahuan, seorang ahli hikmah
mengatakan sebagai berikut;
1.Harta
dapat dimusnahkan tetapi (Iman dan ilmu) pengetahuan tidak dapat dicuri.
2.Orang
kaya (umumnya) banyak lawan dan/akan
tetapi orang (yang beri Iman dan ber ) ilmu pengetahuan
banyak kawan.
3.Orang
kaya (umumnya) banyak susah (nya)
dan/akan tetapi orang (yang ber Iman dan ber) ilmu
banyak gembira (nya)
4.Harta
(pada umumnya)berakibat menyusahkan sedang ( Iman dan ilmu ) pengetahuan
menggembirakan.
5.(Iman dan Ilmu) pengetahuan menjaga kita sedang
harta, kitalah yang menjaganya.
6.Harta
(merupakan) kekayaan jasmani, sedangkan (Iman dan ilmu) pengetahuan (merupakan)
kekayaan ruhani.
7.Harta
(bila) diberikan pada dzahirnya semakin berkurang , sedangkan Ilmu pengetahuan (bila) diberikan semakin bertambah.
8.Jasmani
(bila) sudah makan (terasa) kenyang ,
(namun) ruhani (bila) sudah makan (terasa)lapar.
9.Harta
semakin dipakai semakin usang , sedang (iman dan ilmu) pengetahuan semakin dipakai semakin bercahaya.
10.Harta (akan) ditinggal
di dunia , (sedang Iman dan ilmu) pengetahuan dibawa keakhirat.Wallahu
a’lam.
Adapun
manusia, dalam kaitannyya dengan harta dan ilmu terbagi menjadi empat golongan;
Pertama;Manusia yang berharta dan berilmu, dan dengan
harta dan ilmunya itu dia pergunakan untuk menyambung rahim (bershilaturrahim),
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.Maka inilah sebaik baik golongan.
Kedua;Manusia yang diberi ilmu, tapi miskin harta.Namun
dalam hatinya dia berkata; Seandainya aku dikaruniai harta, niscaya harta
tersebut akan saya gunakan untuk menyambung rahim (shilatur rahim),
meningkatkan taqwa kepada Allah.Maka nilai golongan yang kedua ini sama dengan
golongan yang pertama.
Ketiga;Manusia yang kaya, namun tidak berilmu.Dia gunakan
kekayannya itu untuk berfoya foya, dihambur hamburkan tanpa manfa’at,
tidak untuk shilaturrahim, dan tidak
pula untuk bertaqwa kepada Allah.Maka inilah golongan paling jelek.
Keempat; Manusia yang miskin harta dan juga miskin
ilmu.Namun dalam hati ada niat sekiranya dia diberi harta, maka akan
digunakannya harta tersebut untuk berfoya foya, dihambur hamburkan tanpa
manfa’at, tidak bershilatur rahim dan tidak untuk bertaqwa kepada Allah.Maka
golongan yang keempat ini nilainya sama dengan golongan yang ketiga. (Disadur
dari hadits riwayat At-Tirmidzy dan
Ahmad/1100 hadits terpilih, hal;123).
ALHAMDULILLAH IYYAKA NA’BUDI WAIYYAKA NASTA’IIN.
0 komentar:
Posting Komentar